Kamis, 24 November 2011

Penerapan Pendekatan CBSA Pada Mata Pelajaran PKn Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kreatifitas Siswa Kelas I SDN Cumedak 02 Sumberjambe Jember

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sejak dulu selalu dibicarakan masalah cara mengajar guru di kelas. Cara mengajar dipakainya dengan istilah metode mengajar. Metode diartikan cara. Jika diperhatikan berbagai metode yang dikenal dalam dunia pendidikan atau pembelajaran dan jumlahnya makin mengembang, maka dipertanyakan apakah metode itu. Ada beberapa jawaban untuk itu di antaranya, “Cara-cara penyajian bahan pembelajaran”. Dalam bahasa Inggris disebut “method”. Dalam kata metode tercakup beberapa faktor seperti, penentuan urutan bahan, penentuan tingkat kesukaran bahan, dan suatu sistem tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping istilah metode yang diartikan sebuah “cara” ; bahkan ada yang menggunakan istilah “model”.

Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata “approach” yang dimaksudnya juga “pendekatan”. Di dalam kata pendekatan ada unsur psikhis seperti halnya yang ada pada proses belajar mengajar. Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. lapun dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus. Keduanya tidak menyukai pendekatan-pendekatan psikologis yang lebih awal. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehmgga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan CBSA ? Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
GBHN 1993 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional untuk meningkatkan  kualitas manusia.  Untuk itu perlu dikembangkan iklim belajar dan mengajar  yang dapat menumbuhkanrasa percaya diri dan budaya belajar di kalangan masyarakat yang pada gilirannya dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif serta keinginan untuk maju.  Untuk mencapai tujuan belajar tersebut iklim belajar mengajar di SD  perlu dibenahi.  Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembelajaran masih bersifat eksposisi yakni model pembelajaran yang berpusat pada guru, sedangkan keberadan siswa sebagai anak yng aktif dan kreatif masih kurang diperhatikan.  Suasana saat guru mengajar anak terfokus pada guru, pasif dan susana tenang.  Materi pelajaran terpisah-pisah.  Salah satu akibat dari model pembelajaran tersebut cenderung membuat anak pasif.  Guru belum mampu mengembangkan karakteristik anak. Sehubungan dengan karakteristik anak Abimanyu (1996:  2) menyatakan bahwa karakteristik anak SD terutama kelas rendah masih membutuhkan sosial dan emosional seperti di lingkungan keluarganya, pengamatan, dan persepsi yang masih global dan selalu aktif melakukan aktivitas.  Selanjutnya Semiawan dan Munandar (1987:12) menyatakan bahwa anak kecil pada dasarnya sagat kreatif namun kenyataan meningkatnya usia anak kreativitasnya bukan meningkat tetapi justru menurun makin lama anak duduk di sekolah makin tidak kreatif.
Pendapat di atas menimbulkan pertanyaan bagi para pendidik, bahwa sejauh mana pendidikan formal menunjang atau menghambat kreativitas seorang anak.  Karena itu penulis tertarik untuk mengadakn penelitian tindakan di SD kelas rendah. Penelitian tindakan yang dilakukan  untuk mengetahui aktivitas dan kreativitas siswa dalam belajar PKn. Pendekatan pembelajaran dalam penelitian tindakan ini menggunakan model pembelajaran terpadu, dengan  asumsi bahwa pembelajaran terpadu dapat meningkatkan siswa belajar aktif dan kreatif.  Dalam pembelajaran terpadu perolehan belajar siswa lebih bermakna dan siswa terlibat secara penuh dalam belajar. Model pembelajaran terpadu diterapkan dalam mata pelajaran PKn karena mata pelajaran PKn sarat nilai dan norma sehingga ada asumsi mata pelajaran ini kurang menarik dan sering bersifat indoktrinasi.  Asumsi tersebut kurang tepat karena mata pelajaran yang tujuannya penanaman nilai moral dapat dilakukan dengan menarik, dan tidak membosankan, dapat membuat anak aktif dan kreatif dalam belajar.
Dari uraian di atas, saat ini pembelajaran PKn di kelas 1 SD Negeri Cumedak 02 masih menggunakan model pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru sehingga keaktifan dan kreatifitas siswa kurang atau bahkan tidak muncul dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana pendekatan CBSA dapat mengaktifkan siswa serta menumbuhkan kreatifitas yang pada akhirnya membuahkan prestasi yang maksimal dengan mengadakan penelitian tindakan kelas yang berjudul Penerapan Pendekatan CBSA Pada Mata Pelajaran PKn Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kreatifitas Siswa Kelas I SDN Cumedak 02 Sumberjambe Jember.

1.2  Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
  1. Bagaimanakah cara meningkatkan keaktifan dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas 1 SD Negeri Cumedak 02   Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember ?
  2. Bagaimanakah pengaruh penerapan pendekatan CBSA dalam membantu siswa meningkatkan keaktifan dan kreatifitas dalam pembelajaran PKn siswa kelas 1 SD Negeri Cumedak 02  Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember ?

1.3  Tujuan Perbaikan
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
  1. Ingin mengetahui bagaimana keaktifan dan kreatifitas siswa setelah diterapkannya pendekatan CBSA dalam mata pelajaran PKn pada siswa kelas 1 SD Negeri Cumedak 02 Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember.
  2. Ingin mengetahui pengaruhnya pendekatan CBSA dalam meningkatkan keaktifan dan kreatifitas siswa setelah diterapkan dalam mata pelajaran PKn pada siswa kelas 1 SD Cumedak 02 Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember.

1.4  Manfaat Perbaikan
Adapun maksud diadakannya penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
  1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar PKn
  2. Sumbangan pemikiran bagi guru dalam proses belajar-mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar PKn di SD Negeri Cumedak 02 Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember.
  3. Menerapkan model dan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran PKn.



















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Dasar-Dasar Pemikiran CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA Dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA Secara rasional adalah sebagai berikut:
1.      Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik disekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam bubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
2.      Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusara atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan member! kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai deengan isi materi pelajaran.
3.      Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan member! Peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
4.      Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.

Hakikat CBSA
Hakikat CBSA adalah proses keterlibatan “intelektual emosional” peserta didik dalam proses belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
1.      Proses asimilasi dan akomodasi dalam pencapaian pengetahuan.
2.      Proses perbuatan serta pengalaman langsung terhdp umpan balik dalam pembentukkan keterampilan.
3.      Proses penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan nilai dan sikap.

Prinsip-Prinsip CBSA
Prinsip CBSA dibagi ke dalam 4 dimensi, yaitu:
1) Yang terlihat pada peserta didik (siswa):
a.       Keberanian menyatakan pendapat, pikiran, perasaan, keinginan, dan dorongan lainnya,
b.      Keinginan dan keberanian berpartisipasi,
c.       Adanya usaha dan kreativitas,
d.      Dorongan ingin tahu,
e.       Rasa lapang dan bebas dalam melakukan sesuatu.
2). Yang terlihat pada dimensi guru:
a.       Usaha membina dan mendorong peserta didik dalam meningkatkan kegairahan dan partisipasi siswa aktif,
b.      Kemampuan menjalankan fungsi dan peranan guru sebagai inovator dan motivator,
c.       Sikap yang tidak mendominasi kegiatan belajar mengajar siswa dalam keseluruhan proses belajar mengajar,
d.      Pemberian kesempatan kepada peserta didik yang pada hakikatnya memiliki perbedaan individual,
e.       Kemampuan menggunakan bermacam strategi belajar mengajar serta pendekatan multimedia.
3)  Yang terlihat pada dimensi program;
a.       Tujuan pelajaran serta konsep maupun isi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan peserta didik,
b.      Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas peserta didik,
c.       Program yang tidak kaku dalam penentuan metode dan media di mana peserta didik memahaminya.
4) Yang terlihat pada dimensi situasi belajar mengajar:
a.       Situasi belajar mengajar di mana terjelma komunikasi antara guru dan siswa yang intim dan hangat,
b.      Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar dari peserta didik.

CBSA Dalam Pembelajaran
Bertolak dari pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus segera terpenuhi. Gur hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada siswa. Guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresap pengetahuan,keterampilan dan sikap.
Dengan penerapan CBSA,siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, selain itu siswa lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, tanggap, dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya (Raja Joni, 1992:1 ). Pencapaian keadaan siswa yang diharapkan melalui penerapan CBSA ini akan memungkinkan pembentukan sebagai “pengabdi abadi pencari kebenaran ilmu”.
Di sisi yang lain, dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara professional,mengajar secara sitematis berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna beshasil guna ( efisien dan efektif ). Artinya guru dapat merekayasa system pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaiamana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif ( Raka Joni 1992:11 ). Lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru – guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan alam dan sosial budaya

Pembelajaran PKn di Kelas Rendah SD
Wahab (1997:24) menyatakan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SD merupakan pendidikan nilai moral yang menekankan pada aspek afektif.  Dahulu dinamakan pelajaran PMP tetapi mulai tahun 1994 di dalam kurikulum diubah menjadi PPKn, yakni perpaduan antara Pendidikan  Pancasila dan  pendidikan      Kewarganegaraan. Tujuan PPKn dalam kurikulum 1994 adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan kemampuan memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tujuan  pembelajaran        melalui PPKn menurut Wahab (1997:24) adalah, “Mengemukakan  berbagai contoh perilaku.  Mengikuti/mencontoh berbagai perilaku.  Menjelaskan dan melaksanakan perbuatan baku dalam kehidupan sehari-hari. Melakukan berbagai hal yang dituntut oleh kepatuhan nilai moral.  Menjelaskan, mencoba, dan berupaya menyesuaikan perilaku dengan mendasar pada nilai-nilai moral bangsa.  Meyakinkan dan dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan aturan lembaga pemerintah.”
Pembelajaran PKn pada kelas rendah tidak sama dengan pembelajaran PKn pada kelas tinggi, sebab usia anak berbeda.  Piaget dalam Gunarsa (1989:45) menyatakan anak seperti di kelas satu pada usia 7-10 tahun berada pada fase operasional kongkrit. Selanjutnya Wahab (1997:75) menyatakan pembelajaran pada usia tersebut dimulai pada yang konkrit ke abstrak. Pembelajaran pada siswa SD kelas rendah menurut Satori (1997:5) mengarah pada proses belajar yang menciptakan :
1)      anak     akan     mencintai, merasa senang, dan bergairah dalam melakukan kegiatan belajar,
2)      menumbuhsuburkan    dalam  diri anak-anak sikap dan sifat-sifat  berpikir kreatif, dorongan ingin tahu, kerja sama, harga diri, dan kepercayaan diri.
3)      mengembangkan sikap positif terhadap nilai kegiatan belajar,
4)      mengembangkan afeksi dan sensitivitas anak-anak terhadap peristiwa peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar.”

Belajar Aktif  dan Kreatif
Meningkatkan siswa belajar aktif dan kreatif sangat perlu karena karakteristik anak SD adalah aktif dan kreatif.  Belajar aktif menurut Dimyati (1997:252) adalah, “Anak secara langsung terlibat baik secara kuantitas maupun kualitas. Siswa terlibat aktif untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan.Anak mempunyai prakarsa dan keberanian untuk menunjukkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya.  Keingintahuan siswa tampak pada kuantitas dan kualitas pertanyaan-pertanyaan  yang diajukan pada guru.  Keberanian untuk ikut serta dalam proses pembelajaran antara lain kesediaan dalam mencari dan menyediakan  sumber belajar, menemukan sumber-sumber belajar,  memecahkan masalah dan memilah cara kerja yang berbeda.”
Belajar kreatif menurut Torrance dalam Semiawan dan Munanadar (1987:35) dinyatakan sebagai keterlibatan dengan sesuatu yang berarti.  Rasa ingin tahu dan mengetahui dalam kekaguman, ketidaklengkapan kekacauan, kerumitan, keselarasan, ketidakteraturan dan sebagainya. Untuk menciptakan siswa belajar aktif dan kreatif dalam pelajaran PKn beberapa hal seperti :  “materi, pendekatan, metode, media, dan sumber belajar.























BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN

3.1      Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang berkolaboratif (collaborative classroom action research) (Baker, 2001: 2 dan Donmoyer, 2000: 3). Meski demikian metode ini ditekankan dengan model guru sebagai peneliti (teacher as researcher) (Johnson, 1993: 6). Model ini relevan bagi guru dan dosen dan memiliki keunggulan, sebab efektif dapat memperbaiki kualitas pembelajaran yang dilakukannya Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas tiga langkah yaitu : (1) diagnostik (perumusan masalah dan hipotesis tindakan), (2) terapetik (perbaikan yang terdiri atas beberapa siklus: perencanaan à pelaksanaan à pengamatan à refleksi); dan (3) pasca terapetik (pemantapan dan pembuatan laporan) (Baker, 2001: 3 dan Johnson, 1993: 5).

3.2    Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan terhadap 40 siswa Kelas 1 SDN Cumedak 02 Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember.

3.3    Jadwal dan Pelaksanaan Penelitian
Tahapan-tahapan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini terjadwal sebagai berikut:
1)      Persiapan Penelitian  mulai Minggu ke-1 bulan April 2009
2)      Pelaksanaan Penelitian Minggu ke-2 sampai minggu ke-4 bulan April 2009
3)      Pelaporan Minggu ke-2 bulan Mei 2009

3.4    Rancangan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mengikuti prosedur penelitian Action Research (penelitian tindakan). Dilaksanakan dalam tiga tahap, dengan empat tahap pada setiap putarannya, yaitu:

3.4.1        Tahap I Perencanaan Penelitian
a.       Refleksi awal, peneliti dengan kepala sekolah mengidentifikasi masalah yang selama ini ada dalam pembelajaran PKn dengan lebih seksama.
b.      Permasalahan yang telah digali dalam refleksi awal selanjutnya dirumuskan peneliti dengan lebih operasional dan menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan penelitian
3.4.2        Tahap II Kegiatan dan Pengamatan
Tahapan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
                         a.      Proses pembelajaran
Dalam proses pembelajaran ini dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn
-        Pada kegiatan ini, metode pembelajaran demonstrasi telah direncanakan diimplementasikan. Dalam hal ini, pembelajaran PKn dilaksanakan sesuai dengan rencana, skenario, dan setting pembelajaran serta alokasi waktu yang telah ditetapkan.
-        Untuk membantu siswa memahami masalah yang diajukan guru, siswa diberi bimbingan untuk memahami petunjuk dalam LKS berupa pertanyaan dan langkah-langkah dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan CBSA
-        Dalam melakukan pengamatan, peneliti menggunakan perangkat penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya.
                        b.      Posttest
Posttest dilaksanakan pada akhir pembelajaran, dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru.
3.4.3        Tahap III Refleksi
Refleksi merupakan ulasan dari hasil kegiatan dan pengamatan. Refleksi dilakukan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang sudah dilaksanakan. Melalui refleksi dapat diungkapkan kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung pada setiap putaran yang dilihat dari lembar observasi pembelajaran.
3.4.4        Tahap IV Revisi
Revisi rancangan dilakukan setelah mengetahui hasil refleksi setiap putaran, yang digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar agar berlangsung lebih baik dari sebelumnya. Revisi yang dilakukan sebagai penyempurnaan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ingin atau harus dicapai

3.5    Perangkat Penelitian
Perangkat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
            a.   Handout Materi Pembelajaran
Handout siswa bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi “Hak Anak di Rumah dan di Sekolah” yang telah disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar atau nilai yang diperoleh siswa dalam evaluasi yang diberikan guru.
            b.   Media Pembelajaran
Media pembelajaran digunakan adalah gambar dan video hak-hak anak di rumah dan sekolah yang disesuaikan dengan acuan materi dalam buku PKn.

3.6      Metode Analisa Data
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Teknik kualitatif dilakukan secara flow analysis untuk mendeskripsikan temuan dalam setiap siklus (Johnson, 1993: 4). Adapun teknik kuantitatif untuk menganalisis mutu proses pembelajaran PKn dengan pendekatan CBSA dilakukan dengan weighted mean score (Wardani, Wihardit, dan Nasoetion, 2002: 5.4 –5.6). Untuk menganalisis mutu hasil belajar digunakan statistik deskriptif dan t-tes untuk membandingkan keunggulan antar siklus dan membandingkan pre dan pos tes. Dari kedua analisis tersebut diramu agar menjadi satu kesimpulan yang bermakna.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga siklus. Tiga siklus yang digunakan itu dikembangkan berdasarkan hasil refleksi pada setiap putaran kegiatan dan merupakan rangkaian yang saling berhubungan. Adapun hasilnya dapat dipaparkan sebagaimana di bawah ini.
4.1.1 Hasil Siklus Pertama
Siklus pertama ini dilaksanakan Senin, 13 April 2009 dengan menerapkan pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan CBSA. Inti kegiatan ini yaitu guru mengelola pembelajaran dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang terhadap anak yang nilainya rendah, kurang aktif terlibat dalam pembelajaran, dan fasilitas pembelajarannya kurang pada mata pelajaran PKn.
Tabel 4.1 Hasil Belajar Siklus I
NO
NILAI
KET
NO
NILAI
KET
URUT
URUT
1
60
TT
21
65
T
2
40
TT
22
60
TT
3
50
TT
23
70
T
4
65
T
24
70
T
5
60
TT
25
60
TT
6
70
T
26
70
T
7
75
T
27
65
T
8
60
TT
28
60
TT
9
65
T
29
60
TT
10
70
T
30
60
TT
11
90
T
31
50
TT
12
60
TT
32
55
TT
13
50
TT
33
75
T
14
40
TT
34
70
T
15
55
TT
35
70
T
16
65
T
36
60
TT
17
50
TT
37
60
TT
18
50
TT
38
80
T
19
60
TT
39
65
T
20
65
T
40
35
TT

61,5
SISWA TUNTAS
18
SISWA TIDAK TUNTAS
22
PERSENTASE KETUNTASAN KLASIKAL
45,00
Keterangan :
T    : Tuntas                       Jumlah Siswa Tuntas               = 18
TT  : Tidak Tuntas             Jumlah Siswa Tidak Tuntas    =  22

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No
Uraian
Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
61,50
18
45,00

Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pendekatan CBSA diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 61,50 dan ketuntasan belajar mencapai 45,00 % atau ada 18 siswa  dari 40 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 45,00 % lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih asing dengan diterapkannya pendekatan CBSA.

Dengan demikian penggunaan model ini berhasil. Hasil refleksi memberikan makna bahwa model ini memiliki keunggulan, yaitu:
(a) siswa yang bermasalah dapat meningkat hasil belajarnya, percaya diri, dan lebih aktif terlibat dalam pembelajaran; dan
(b) guru lebih kreatif menemukan permasalahan yang dihadapi siswa secara individu.
Adapun kelemahannya yaitu:
(a) siswa yang tidak bermasalah cenderung ribut dan merasa sombong bahwa dirinya pintar, dan
(b) waktu tersita banyak untuk membimbing anak yang bermasalah, sehingga materi pelajaran berjalan lambat.
4.1.2 Hasil Siklus Kedua
Siklus kedua ini dilaksanakan Tanggal, 20 April 2009 menerapkan pendekatan CBSA dengan kepedulian terhadap kelas. Kegiatan pokok yang dilakukan guru yaitu guru mengelola kelas dengan memperhatikan keutuhan kelas sebagai satu kesatuan pembelajaran. Guru tidak lagi khusuk secara khusus memperhatikan secara penuh pada anak yang bermasalah .
Tabel 4.2 Hasil Belajar Siklus II

NILAI
KET
NO
NILAI
KET
URUT
URUT
1
70
T
21
70
T
2
50
TT
22
70
T
3
60
TT
23
70
T
4
70
T
24
70
T
5
70
T
25
60
TT
6
80
T
26
70
T
7
80
T
27
65
T
8
70
T
28
60
TT
9
65
T
29
60
TT
10
70
T
30
60
TT
11
80
T
31
60
TT
12
70
T
32
65
T
13
60
TT
33
75
T
14
50
TT
34
70
T
15
60
TT
35
70
T
16
70
T
36
70
T
17
60
TT
37
60
TT
18
60
TT
38
80
T
19
60
TT
39
65
T
20
70
T
40
35
TT
RATA-RATA
65,75
SISWA TUNTAS
24
SISWA TIDAK TUNTAS
16
PERSENTASE KETUNTASAN KLASIKAL
60,00
Keterangan :
T    : Tuntas                       Jumlah Siswa Tuntas               = 24
TT  : Tidak Tuntas             Jumlah Siswa Tidak Tuntas    = 16

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No
Uraian
Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
65,75
24
60,00

Dari Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 65,75 dan ketuntasan belajar mencapai 60,00 % atau ada 24 siswa dari 40 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dan menemuan keasyikan dengan pendekatan CBSA dengan metode demontrasi. Disamping itu kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar dalam metode ini juga semakin meningkat sehingga proses belalar-mengajar semakin efektif.
Hasil refleksi memberikan makna model ini memiliki keunggulan, antara lain: (a) murid secara keseluruhan merasa diperhatikan,
(b) murid merasa keadilan dalam pembelajaran,
(c) tujuan pembelajaran tercapai tepat waktu,
(d) kelas menjadi lebih bergairah dan utuh, dan
(e) guru lebih berfungsi sebagai fasilitator.
Adapun kelemahannya yaitu:
(a) murid yang bermasalah tidak optimal dibantu,
(b) suasana kelas nampak hanya pada mimik muka anak dan bukan pada
      prestasi yang sesungguhnya,
(c) guru tidak mendalami prestasi anak yang berbeda-beda.
4.1.3 Hasil Siklus Ketiga
Siklus ketiga dilaksanakan tanggal 27 April 2009 dengan menerapkan pendekatan CBSA dengan kepedulian terhadap kelas dan individu yang bermasalah. Kegiatan yang dilakukan guru yaitu mengelola pembelajaran dengan memberikan perhatian kasih sayang kepada kelas dan individu yang bermasalah secara terpadu.
Tabel 4.3 Hasil Belajar Siklus III

NILAI
KET
NO
NILAI
KET
URUT
URUT
1
80
T
21
70
T
2
60
TT
22
70
T
3
70
T
23
70
T
4
75
T
24
70
T
5
80
T
25
70
T
6
90
T
26
70
T
7
80
T
27
65
T
8
70
T
28
80
T
9
70
T
29
60
TT
10
70
T
30
70
T
11
80
T
31
60
TT
12
70
T
32
70
T
13
80
T
33
80
T
14
60
TT
34
70
T
15
70
T
35
80
T
16
70
T
36
80
T
17
70
T
37
70
T
18
70
T
38
80
T
19
60
TT
39
65
T
20
70
T
40
60
TT
RATA-RATA
71,375
SISWA TUNTAS
35
SISWA TIDAK TUNTAS
5
PERSENTASE KETUNTASAN KLASIKAL
87,50

Keterangan:
T    : Tuntas
TT  : Tidak Tuntas

Tabel 4.6. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III
No
Uraian
Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
71,37
35
87,50

Berdasarkan Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 71,37  dan dari 35 siswa yang telah tuntas sebanyak 40 siswa dan 5 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 87,50% (termasuk kategori tuntas).  Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini. Disamping itu dengan adanya metode pembelajaran ini siswa dapat bertanya dengan sesama temanya, dan ternyata dari proses bertanya antar siswa ini, siswa lebih mudah menerima penjelasan dari temannya yang lebih paham tentang materi pelejaran tersebut. Juga dari hasil pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar ini murid jadi lebih mudah untuk bekerja sama dengan sesama temannya.
Dengan demikian model tiga ini berhasil. Penerapan model ketiga ini secara kualitatif dapat meningkatkan kinerja murid dalam partisipasinya pada pembelajaran, seperti anak menjadi percaya diri, lebih berani mengemukakan masalahnya, mampu menemukan jalan pemecahan masalahnya sendiri, dan turut terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas.
Model keempat ini dinilai banyak keunggulan / kemanfaatannya. Manfaat itu antara lain: (a) siswa yang bermasalah dapat meningkat hasil belajarnya, percaya diri, dan lebih aktif terlibat dalam pembelajaran; (b) guru lebih kreatif menemukan dan membantu permasalahan yang dihadapi murid secara individu, (c) murid secara keseluruhan merasa diperhatikan, (d) murid merasa terdapat keadilan dalam pembelajaran, (e) tujuan pembelajaran tercapai tepat waktu, (f) kelas menjadi lebih bergairah dan utuh, (g) guru lebih berfungsi sebagai pendidik, (h) murid yang bermasalah optimal dibantu, (i) murid yang bermasalah lebih konstruktif berpartisipasi dalam pembelajaran, dan (j) pembelajaran menjadi lebih berhasil, baik untuk kinerja guru maupun prestasi murid.




4.2    Pembahasan
Penelitian ini menghasilkan inovasi model pengelolaan pembelajaran yang unggul. Dari ketiga model yang diterapkan dalam PTK ini, maka model 3 merupakan model yang paling unggul. Model ini mampu meningkatkan kinerja guru dengan skor 4,20 dan mampu meningkatkan prestasi belajar murid dengan rata-rata 7,35. Jika dibandingkan dengan target indikator keberhasilan, maka peningkatannya cukup signifikan.
Model 3 ini lebih unggul karena merupakan hasil refleksi bersama, di mana model ini adalah hasil modifikasi dan penyempurnaan dari model sebelumnya yang lebih unggul. Model 3 ini lebih menekankan kepedulian terhadap murid yang bermasalah dan kelas, sehingga pembelajarannya lebih terbimbing dan mengarah kepada pencapaian kompetensi belajar. Menurut Hunt (2001: 209) dan Johnson (1993: 3) model yang dimodifikasi dari model sebelumnya merupakan asset yang bernilai tinggi bagi pencapaian kompetensi belajar. Bahkan menurut Mary (1999: 172) inovasi model pengelolaan yang dikembangkan dari model yang sudah ada memungkinkan hasilnya lebih signifikan. Menurut Elliot (1993: 62) bahwa model pengelolaan pembelajaran hasil PTK yang mampu meningkatkan kinerja guru dan prestasi belajar murid, hendaknya diaplikasikan dalam pembelajaran sehari-hari. Pendapat senada juga dikemukakan Johnson (1993: 4) bahwa guru sebagai peneliti dalam PTK, hendaknya merasa lebih memiliki dan bangga dengan hasil temuannya itu untuk diaplikasikan bagi peningkatan mutu pembelajaran berikutnya. Pandangan ini memang cukup beralasan, sebab selain telah teruji dalam PTK juga secara konseptual alur pembelajarannya cukup akrab (familier) dengan kondisi sehari-hari.
PTK ini didasarkan kepada KTSP. Hal ini terlihat dari karakteristik penerapan model pengelolaan pembelajaran yang lebih menekankan kepada: (1) berpusat kepada murid, utamanya murid yang bermasalah; (2) mengembangkan kreativitas murid dan guru untuk menemukan solusi yang terbaik bagi pemecahan masalah; (3) menggunakan berbagai metode belajar (ceramah, tanya jawab, penugasan, dan bimbingan); menekankan hubungan emosional guru dengan murid (kasih sayang, penghargaan, penguatan, dan variasi yang mengarah kepada tercapainya kompetensi; (4) pembelajaran didesain agar menyenangkan dan menantang; (5) menekankan kepada standar kompetensi yang telah dibuat; (6) variasi dalam penanaman nilai; dan (7) pelaksanaan evaluasi berbasis kelas. Karakteristik ini sesuai dengan pembelajaran KTSP (Depdiknas, 2002: 23).










































BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan CBSA, sangat membantu siswa dalam pembelajaran PKn. Namun demikian, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CBSA membutuhkan persiapan mengajar dan manajemen waktu dan kelas dengan baik guna mencapai efektivitas hasil pada setiap aktivitas pembelajaran di kelas. Pembelajaran PKn dengan pendekatan CBSA dapat meningkatkan motivasi guru dan siswa serta mendapat repon positif dari para siswa.

5.2    Saran
1)      Saran bagi guru
Untuk mencapai hasil yang maksimal, seorang guru dalam mengajar Pendidikan Kewarganegaraan ( PKn ) sebaiknya dengan menggunakan pendekatan CBSA;
2)      Saran bagi sekolah
Pihak Sekolah tentunya harus menyediakan sarana dan prasarana seperti televisi, vcd/dvd player, lcd proyektor serta alat bantu mengajar yang dibutuhkan oleh guru serta menyiapkan buku panduan macam-macam metode pengajaran









DAFTAR PUSTAKA



Abimanyu, Soli. 1995. Model Pembelajaran di Kelas Awal SD. Bahan Pelatihan Metodologi Bidang Studi.  Jakarta: Dikti Depdikbud. 

_____________. 1995. Penelitian Praktis untuk  Perbaikan  Pembelajaran. Jakarta; Dikti. Depdikbud.

Dimyati, Mudjiono.    1994.   Belajar            dan  Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Djahir, Ach Kosasih. 1985. Strategi Pengajaran Afektif-Nili-Moral. Bandung: IKIP.

Gunarsah,        D         Singgih.           1990.   Psikologi  Perkembangan. Jakarta: Gunung Agung. 

Muhadjir, Noeng. 1997. Pedoman Pelaksanaan  Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dikti.

Semiawan,       Cony.  Munandar        Utami. 1987. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah  Menengah. Jakarta: Gramedia.

Wahab,   Abdul           Azis.    1987.   Pendidikan  Pancasila            dan      Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Dikti Depdikbud.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar